Bali tidak hanya terkenal dengan pariwisata alamanya yang menakjubkan hingga menarik banyak wisatawan dunia untuk bertandang, namun juga karena budayanya yang tetap terjaga. Salah satu dari budaya Bali yang cukup mendunia adalah pertunjukan tari kecak. Tari tradisional khas Bali ini tidak hanya populer di kalangan wisatawan namun juga masyarakat dunia karena keunikannya. Bahkan tarian ini tidak hanya ditampilkan di Bali namun juga disejumlah event internasional, yang salah satunya dalam acara Global Week International yang diadakan oleh York Student Union di Central Hall, The University of York, Heslington, Inggris. Tarian ini memang cukup unik karena tidak hanya dimainkan oleh banyak orang namun juga tarian ini sama sekali tidak menggunakan musik.
Nama tari kecak berasal dari bunyi-bunyian “cak cak ke cak cak ke” yang disuarakan para penari. Suara-suara tersebut tampak tertata sedemikian rupa sehingga menimbulkan bunyi yang harmonis layaknya kor akapela. Pada awalnya tarian ini merupakan tarian yang dilakukan oleh masyarakat Bali dalam ritual Sanghyang. Ritual yang dimaksudkan untuk menolak bala ini terdiri dari beberapa jenis. Misalnya saja Tarian Sanghyang Dedari yang digunakan untuk mengusir roh-roh jahat dengan dibawakan oleh dua penari perempuan yang masih perawan. Kemudian ada Tari Sanghyang Jaran dengan para lelaki sebagai penarinya. Mereka menari tanpa kesadaran atau kesurupan dan berjingkrak-jingkrak di atas bara api seperti seekor kuda.
Melihat keunikan tarian Sanghyang tersebut, I Wayan Limbak pun menciptakan tari kecak bersama dengan temannya, Walter Spies, yang merupakan pelukis dari Jerman. Berdua mereka mempopulerkan tarian ini hingga ke negara-negara Eropa. Tidak hanya berisikan tarian Sanghyang, tari kecak juga diselipi dengan kisah ramayana. Tarian ini dimainkan oleh 50 hingga ratusan penari pria dengan mengenakan kain tradisional Bali motif kota hitam-putih, dan bertelanjang dada. Selain para penari dengan pakaian tradisional Bali juga terdapat beberapa tokoh lain untuk memainkan peran tokoh Ramayana, seperti Rama, Sinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa. Tokoh-tokoh ini mengenakan pakaian layaknya peran yang mereka mainkan.
Pertunjukan tari yang berlangsung selama 45-60 menit ini tidak hanya membunyikan suara “cak cak ke cak cak ke” namun terkadang juga diselingi dengan suara yang menyerupai suara monyet hingga disebut dengan “Monkey Dance”. Bunyi-bunyian ini dilakukan sambil mengangkat kedua lengan. Di beberapa adegan para penari berjingkrak hingga menari di atas apo sehingga tari kecak juga kerap disebut dengan “fire dance”. Konon katanya para penari tersebut sedang dimasuki roh sehingga tak merasakan panas api yang mereka injak. Aura mistis kala mendengar ritme bunyian yang diucapkan para penari bisa terasa oleh para penonton.
Untuk adegan Ramayananya sendiri terdiri dari empat adegan yang diawali dengan penggambaran kala Rama sedang berusaha menangkan kijang emas yang diminta Sinta sementara sang adik, Laksmana, bertugas menjaga Sinta. Namun kemudian tersiar kabar bahwa Rama meninggal dan Laksmana yang ditudug sehingga ia pun meninggalkan Sinta. Adegan yang kedua menggambarkan Rahwana yang menculik Sinta dengan menyamar sebagai orang tua dan membawanya ke Alengka Pura. Rama dan Laksamana yang tersesat di hutan Ayodya Pura meminta Hanoman mengantarkan cincinnya kepada Sinta yang berada di Alengka Pura. Adegan ini merupakan adegan yang ketiga dengan adegan terakhirnya Hanoman yang mengobrak-abrik taman di Alengka Pura. Setelah selesai semua adegan Ramayana, maka dilanjutkan dengan tarian Sanghyang Dedari dan Sanghyang Jaran.
Menyaksikan pertunjukan tari kecak bukan hanya menampilkan keindahan tarinya namun juga menggambarkan uniknya budaya Bali, termasuk cerita yang berkembang di sana. Pertunjukan tari kecak dipentaskan setiap hari di Pura Luhur Uluwatu setiap hari sejak pukul 18.00-19.00 WITA dengan harga tiket 95.000/orang. Yuk travelers, bareng kita menonton aksi tari yang mendunia ini.