Candi Muara Takus adalah sebuah candi Buddha yang ada di wilayah Takus, Provinsi Riau. Candi ini dikelilingi oleh sebuah tembok yang berukuran 74×74 meter dan terbuat dari batu putih.
Di luar area tembok tersebut, terdapat pula tembok yang terbuat dari tanah dan berukuran 1,5×1,5 kilometer, serta mengelilingi area kompleks candi hingga ke area pinggir Sungai Kampar Kanan.
Terdapat beberapa bangunan candi yang terdiri atas Candi SulungTua, Candi Bungsi, Mahligai Stupa, dan juga Palangka. Belum diketahui pasti kapan candi ini didirikan.
Namun, ada beberapa pihak yang mengklaim bahwa candi ini dibangun pada abad ke-4 ataupun abad ke-11. Adapula yang meganggap bahwa candi ini telah ada sejak zaman kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 2009, candi ini pernah dicalonkan sebagai salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO.
Menurut beberapa sumber, nama Muara Takus pada kompleks candi iniberasal dari nama sebuah anak sungai yang ada di sekitar komleks candi ini. Kata “muara” pada nama candi ini bermakna suatu tempat di mana aliran air anak sungai berkumpul dan kemudian mengalir lagi hingga ke lautan.
Sementara itu, kata “takus” berasal dari bahasa Cina, yaitu “ta” yang berarti besar, “ku” yang berati tua, dan “se”yang berarti candi. Dengan demikian, arti dari nama Muara Takus secara bahasa adalah bangunan candi tua dan besar yang ada di sebuah muara.
Masyarakat di sekitar candi ini mempercayai bahwa kompleks candi ini dibangun atas dasar permintaan seorang putri yang berasal dari India. Putri dari India tersebut datang ke Muara Takus setelah diantarkan oleh Datuk Tiga Ahli.
Di kalangan masyarakat, putri dari India tersebut dikenal dengan nama Putri Reno Wulan atau Putri Induk Dunia. Adapun candi Muara Takus sendiri konon dibangun sebagai syarat dari sang putri atas kerelaan dirinya untuk dibawa ke Muara Takus.
Saat candi hendak dibangun, sang putridari India itu meminta supaya arsitektur candi yang ada di Muara Takus harus sangat mirip dengan candi-candi yang ada di kampung halamannya. Maka tidak heran, jika candi-candi di sini mempunyai kemiripan dengan Candi Asoka yang ada di negara India sana.
Ada sebuah fenomena menarik di sekitar candi ini. Adapun fenomena tersebut adalah adanya seekor gajah putih yang memimpin gajah-gajah lainnya di saat malam bulan purnama.
Rombongan gajah tersebut mendatangi kompleks Candi Muara Takus dan melakukan gerakan seperti berlutut ke arah candi. Jika dihitung-hitung, jumlah gajah yang ada di dalam rombongan gajah itu kira-kira ada sekitar 30 ekor.
Seperti yang sudah disebutkan di awal, bahwa Candi Muara Takus ini terdiri atas beberapa jenis candi. Adapun jenis candi pertama di kompleks candi ini adalah Candi Tua atau Candi Sulung.
Candi ini merupakan bangunan candi terbesar yang ad di kompleks Muara Takus. Bangunan candi ini terbagi lagi ke dalam tiga bagian, yaitu kaki, badan, dan juga atap.
Bagian kaki Candi Tua terbagi menjadi dua bagian, dimana bagian kaki yang pertama mempunyai tinggi 2,37 m, sedangkan kaki satunya mempunyai tinggi 1, 98 m.
Bagian badan candi ini terdiri atas tangga masuk di sisi barat dan timur yang diberi dekorasi berupa arca singa. Bagian dasar badan bangunan candi ini mempunyai bentuk lingkaran yang mempunyai diameter sekitar 7 m dan tinggi 2, 50 m. Adapun ukuran pondasi bangunan ini secara keseluruhan adalah 31,65 x 20, 20 m. Bagian atas bangunan ini berbentuk sebuah bundaran.
Candi Mahligai atau Stupa Mahligai adalah bangunan candi yang fondasinya paling utuh di kompleks Muara Takus. Seperti halnya Candi Tua, Candi Mahligai ini juga terbagi atas bagian kaki, badan, dan atap.
Pondasi candi ini mempunyai bentuk persegi panjang yang mempunyai ukuran 9, 44 m x 10, 6 m. Candi ini juga mempunyai 28 sisi yang mengelilingi alas candi.
Di bagian atas candi, terdapat sebuah ornamen lotus ganda yang di bagian tengahnya berdiri sebuah menara yang mempunyai 36 sisi berbentuk kelopa bunga.
Candi Palangka adalah candi lain yang ada di kompleks Candi Muara Takus. Candi ini mempunyai ukuran 5, 10 m x 5,7 m dan mempunyai tinggi sekitar dua meter.
Candi ini sendiri dibuat dari batu bata pilihan dan mempunyai sebuah pintu masuk yang menghadap ke utara. Menurut sejarah, Candi Palangka ini konon dipakai sebagai sebuah altar.
Candi terakhir yang ada di dalam kompleks Candi Muara Takus adalah Candi Bungsu. Secara bentuk, candi ini tidak jauh berbeda dengan Candi Sulung.
Hanya saja, bagian atas Candi Bungsu ini berbentuk sebuah persegi empat. Di sebelah timur candi ini, terdapat beberapa stupa kecil dan juga sebuah tangga yang terbuat dari batu bata putih.
Di bagian pinggir padmasaa stupa candi ini, terdapat sebuah lubang yang berisi tanah dan debu yang ditemukan oleh seorang peneliti bernama Yzerman.
Di dalam tanah yang terdapat di lubang tersebut, terdapat potongan emas sebanyak tiga keping. Di bagian dasar lubang, ternyata masih ada sekeping lagi emas yangbagian permukaannya terdapat gambar tricula dan sembilan buah huruf.
Salah satu ciri khas utama yang ada di kompleks candi ini adalah adanya patung singa. Secara filosofis, patung singa yang terdapat di dalam candi diartikan sebagai energi positif yang dapat mengalahkan energi negatif.
Patung singa tersebut juga bisa difilosofiskan dengan cahaya terang yang mampu mengalahkan kegelapan. Dalam ajaran Buddha, patung singa dapat dihubungkan dengan sang Buddha itu sendiri, di mana Sang Buddha dikenal dengan julukannya sebagai “Singa dari Keluarga Sakya.”
Untuk bisa mencapai kompleks candi ini, wisatawan mesti melakukan perjalanan selama 3jam dari arah Pekanbaru, Riau. Perjalanan dapat dilakukan dengan menggunakan kendaraan pribadi, baik itu yang beroda dua maupun yang beroda empat.
Setelah sampai, wisatawan akan disambut oleh pintugerbang candi yang ada di pinggiran sungai Kampar Kanan. Sungai tersebut merupakan satu-satunya sungai yang paling dekat di Muara Takus.
Saat berwisata di candi ini, wisatawan bisa memperoleh sejumlah fasilitas dan akomodasi. Adapun fasilitas dan akomodasitersebut antara lain rumah makan, kios penjual makanan ringan, kios souvenir, dan juga beberapa hotel yang tak jauh dari Muara Takus.
Selain menikmati kearifan lokal yang ada di kompleks candi ini, wisatawan juga bisa memandangi pemandangan sungai Kampar Kanan yang ada di dekat candi. Selama berwisata di kompleks Candi Muara Takus, wisatawan diimbau untuk tetap menjaga kebersihan dan juga ketertiban.
Selain itu, wisatawan juga dilarang untuk mencorat-coret atau merusak ornamen-ornamen yang ada di kompleks candi. Dengan tidak mencorat-coret atau merusak ornamen-ornamen yang ada, maka wisatawan secara tidaklangsung berkontribusi untuk melestarikan keberadaan kompleks candi ini.