Kota Semarang memiliki sejumlah tempat-tempat keren peninggalan masa kolonial Belanda. Salah satunya adalah gedung Lawang Sewu. Eitss, tapi jangan keburu kabur dulu dengan tempat wisata yang satu ini. Karena tempat ini semakin terawat dan tak terlihat angker lagi. Selama ini Lawang Sewu memang terkenal dengan cerita mistisnya. Apalagi sejumlah film horor juga kerap memanfaatkan tempat ini sebagai spot syuting mereka, bahkan sebagai judul utama seperti dalam film Lawang Sewu Dendam Kuntilanak, yang semakin menguatkan kesan horor di tempat ini. Namun sejak tahun 2010 pemerintah setempat melarang pembuatan film horor di Lawang Sewu. Karena mereka ingin mengembalikan citra Lawang Sewu sebagai gedung berarsitektur megah. Nyatanya ketika tempat ini digunakan untuk film-film yang tak bernuansa mistis, malah tampak begitu megah dan tak terlihat horor sama sekali. Sebut saja ketika digunakan dalam film Di Bawah Lindungan Kakbah, Soekarno dan juga HOS Cokroaminoto, tak terlihat hororkan. Bahkan nampak sangat megah.
Bangunan Lawang Sewu memang memiliki usia satu abad lebih. Tak heran jika gedung tua ini kerap dianggap angker. Gedung yang mulai dibangun pada tahun 1904 ini awalnya berfungsi sebagai kantor pusat kereta api yang dikenal dengan nama Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij. Pembangunannya sendiri dikawal oleh arsitek-arsitek Belanda yang cukup terkenal BJ Queendag bersama Prof Jacob F Klinkhamer. Hampir tiga tahun waktu yang dibutuhkan untuk membangun tempat ini. Lokasinya yang dipilih pun cukup strategis, yakni di sudut jalan antara Jalan Pandanaran dan Jalan Pemuda atau di bundaran Tugu Muda yang pada zaman dahulu disebut dengan Wilhelmina Plein. Meski bernama Lawang Sewu atau yang berarti Seribu Pintu, nyatanya jumlah pintu yang ada di gedung berlantai tiga tersebut tak sampai seribu. Hanya saja arsitektur beraya art deco dengan jendela-jendela tinggi serta lebar nampak membuatnya terlihat seperti pintu.
Gedung Lawang Sewu kini menjadi salah satu bengunan cagar budaya di Semarang. Bukan hanya karena usianya yang sudah cukup tua namun tempat ini juga menjadi saksi bisu sejumlah peristiwa bersejarah, seperti kala pertempuran antara Angkatan Muda Kereta Api dengan Kempetai dan Kidobutai Jepang yang berlangsung selama lima hari dari tanggal 14-19 Oktober 1945, atau yang juga dikenal dengan pertempuran lima hari Semarang. Tempat ini pun pernah menjadi kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia, nama PT KAI Indonesia pada masa dulu, pasca kemerdekaan Indonesia. Kemudian digunakan juga oleh Kantor Wilayah Kementerian Perhubungan Jawa Tengah serta Kantor Badan Prasarana Kodam IV/Diponegoro.
Meski sempat tidak terurus, dengan kondisi ruangan yang pengap dan remang-remang, gedung ini pun kemudian dipugar, meski memakan waktu yang cukup lama dan baru selesai pada akhir Juni 2011. Kemudian pada tanggal 05 Juli 2015, Ibu Ani Bambang Yudhoyono, selaku ibu negara kala itu, meresmikan kembali bangunan Lawang Seuw bersamaan dengan event Pameran Kriya Unggulan Nusantara. Karenanya kini Lawang Sewu tak lagi terlihat angker namun menjadi gedung yang megah, indah, dan artistik serta patut dikunjungi sebagai dalam daftar destinasi wisata di Semarang. Mau foto prewedding di sini pun juga bisa.
Bangunan Lawang Sewu memiliki dua bangunan sayap yang membentang dari bagian kanan dan juga kiri dengan 4 bangunan. Kala berkunjung ke sini travelers akan dipandu oleh seorang pemandu yang tentunya ada tarif tersendiri. Karenanya jika travelers tidak bersama rombongan, travelers bisa mengikuti rombongan lain agar lebih hemat. Biasanya travelers akan langsung dibawa ke lantai dua dengan dinding kaca berukiran indah kala menaiki anak tangga. Kaca berwarna-warni tersebut dahulunya didatangkan langsung dari Belanda. Di sepanjang perjalanan di lantai dua, pemandu akan menceritakan sejarah Lawang Sewu. Setibanya di balkon gedung, travelers bisa melihat kesibukan lalu lintas di kompleks Tugu Muda. Dari sekian banyak ruangan yang ada, hanya satu yang dibuka, yakni ruangan kerja milik pejabat Belanda kala itu dengan kamar mandi yang menyatu dalam ruangan dan balkon.
Rangkaian tour tersebut berujung di jembatan penghubung yang menghubungkan lantai dua dengan gedung yang berada di bagian belakang. Kemudian ada lorong dengan sebuah selokan di tepinya yang dahulunya menjadi tempat pembuangan mayat pada masa kolonial. Selanjutnya pemandu akan membawa travelers menuju bagian atas atau bagian loteng yang dulu kerap menjadi tempat penyiksaan tawanan. Masih ada bangunan yang lain seperti bangunan bawah tanah dan juga gedung kecil yang berfungsi sebagai museum kereta api. Di gedung utama travelers bisa menemukan sejumlah foto berukuran besar dan juga peralatan yang digunakan untuk merawat jalur kereta api.
Nah travelers, kini bukan waktunya lagi buat takut ataupun uji nyali di Lawang Sewu. Tapi kini waktunya buat kalian untuk mengenang beratnya perjuangan yang dilakukan para pahlawan hingga harus menerima sejumlah hukuman dari para penjajah. Selain itu di sini kalian juga bisa melihat kemegahan arsitektur masa lampau yang tak lekang dimakan waktu.