Tebing Keraton berlokasi di Bandung yang mulai dikenal sebagai tempat wisata ketinggian di Jawa Barat sejak sekitar tahun 2014 karena dukungan peran media sosial yang memviralkannya. Tebing Keraton diberi nama oleh Asep, seorang tukang ojek yang kini sehari-harinya lebih sibuk mengurus tempat wisata ini. Namanya sendiri sebenarnya adalah Karaton dalam bahasa Sunda yang berarti Kemegahan Alam, namun lebih sering disebut dengan Keraton dalam bahasa Indonesia.
Tempat wisata ini sebenarnya merupakan lansekap alam bagian dari Taman Hutan Ir. H. Djuanda pada ketinggian 1.200 mdpl. Lokasi tepatnya berada di Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Gerbang masuk Tebing Keraton berada di area Cihargem Puncak yang bisa ditemukan setelah melalui rute Bukit Pakar Utara di area taman hutan.
Cara paling mudah menuju tempat ini adalah dengan mobil atau motor. Namun bila ingin pergi dengan kendaraan umum, bisa menggunakan angkutan kota Ciburial Dago dan melanjutkan lagi dengan berjalan kaki yang lumayan memakan waktu dan tenaga.
Di Tebing Keraton pengunjung disajikan dengan pemandangan alam yang hijau dari seluruh area taman hutan. Biasanya pengunjung datang untuk menyaksikan matahari terbit atau matahari terbenam juga mengabadikannya dalam kamera. Pemandangan alam di Tebing Keraton bisa disaksikan dari seluruh sudut tebing.
Selain menyaksikan pemandangan alam, pengunjung juga bisa melakukan trekking di area jalan yang memang diperuntukkan bagi pejalan kaki. Namun terkadang ada titik yang dipenuhi tukang ojek yang suka memaksa untuk menggunakan jasa mereka dengan ongkos yang tinggi. Permukaan jalannya cukup landai dan nyaman, hanya sekitar 100 meter terakhir agak curam dan berbatu.
Lokasi wisata ini belum terkelola dengan sangat profesional, sehingga fasilitas yang tersedia masih berdasar inisiatif warga seperti toilet, tempat ibadah, warung makan, pemandu, juga kendaraan seperti ojek.
Tiket masuk ke Tebing Keraton adalah sebesar Rp 11.000 untuk pengunjung lokal dan Rp 51.000 untuk pengunjung asing. Jam bukanya tidak ada yang menetapkan, namun umumnya orang-orang kembali setelah matahari terbenam.